Untuk membahas masalah judi ini sebenarnya tidak akan ada habis habisnya karena sejarah Judi sudah ada sejak adanya peradaban manusia. Dan jika mau merinci darimana judi pertama kali muncul mungkin sama seperti pertanyaan ” Mana terlebih dahulu ada… telur atau ayam
Sejarah Judi Primitif
Para penjudi primitif ini adalah para dukun dari jaman kuno yang biasanya membuat ramalan ke masa depan dengan menggunakan media batu, tongkat maupun tulang hewan yang dilemparkan ke udara dan jatuh ditanah atau yang dilemparkan kedalam sebuah wadah seperti mangkok. Para penjudi primitif ini atau sebutannya Dukun dimasa itu sangat disegani oleh kelompoknya karena mereka menganggap para dukun ini adalah titisan Dewa karena bisa mengetahui masa depan.
Sejarah Judi Dadu
Pada jaman Romawi kuno permainan dadu menjadi sangat populer. Para Raja seperti Nero dan Claudine menganggap permainan dadu sebagai bagian penting dalam acara kerajaan. Namun permainan dadu menghilang bersamaan dengan keruntuhan kerajaan Romawi, dan baru ditemukan kembali beberapa abad kemudian di sebuah Benteng Arab bernama Hazart, semasa perang salib.
Setelah dadu diperkenalkan lagi di Eropa sekitar tahun 1100an oleh para bekas serdadu perang salib, permainan dadu mulai merebak lagi. Banyak kerabat kerajaan dari Inggris dan Perancis yang kalah bermain judi ditempat yang disebut Hazard (mungkin diambil dari nama tempat dimana dadu tersebut diketemukan kembali). Sampai abad ke 18, Hazard masih tetap populer bagi para raja dan pelancong dalam berjudi.
Sejarah Judi Kartu
Pada abad ke 14, permainan kartu juga mulai memasuki Eropa, dibawa oleh para pelancong yang datang dari Cina. Kartu pertama yang dibuat di Eropa dibuat di Italia dan berisi 78 gambar hasil lukisan yang sangat indah. Pada abad 15, Perancis mengurangi jumlah kartu menjadi 56 dan mulai memproduksi kartu untuk seluruh Eropa. Pada masa ini Ratu Inggris, Elizabeth I sudah memperkenalkan lotere guna meningkatkan pendapatan negara untuk memperbaiki pelabuhan-pelabuhan.
Di Indonesia permainan judi sudah ada sejak jaman dulu, dalam cerita Mahabarata dapat diketahui bahwa Pandawa menjadi kehilangan kerajaan dan dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi melawan Kurawa. Sabung Ayam merupakan bentuk permainan judi tradisional dan banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Ketika VOC bercokol, untuk memperoleh penghasilan pajak yang tinggi dari pengelola rumah-rumah judi tersebut, maka pemerintah VOC memberi izin pada para Kapitan Tionghoa untuk membuka rumah judi sejak 1620. Rumah judi itu bisa berada di dalam ataupun di luar benteng Kota Batavia.
Sejak masa Souw Beng Kong, Kapitan Tionghoa pertama di Batavia, rumah judi resmi telah berdiri. Souw Beng Kong tak hanya mengurus tempat judi tapi juga pembuatan koin dan rumah timbang untuk barang-barang orang Tionghoa. Ia juga diberi hak menarik cukai sebesar 20 persen dari pajak judi yang dikenakan VOC kepada para pemilik rumah judi.
Judi kartu dan dadu, atau disebut juga po, cukup beken di kalangan penggemar judi di Batavia. Masyarakat Tionghoa pada masa itu pun juga sudah memperkenalkan judi capjiki. Permainan lotere ala Eropa atau Belanda baru masuk Hindia Belanda pada pertengahan abad ke-19.
Judi dalam bentuk lotre sudah ada sejak tahun 1960-an yang zaman itu lebih dikenal dengan nama lotre buntut. Pada masa itu, di Bandung ada lotre yang disebut Toto Raga sebagai upaya pengumpulan dana mengikuti pacuan kuda. Sedangkan di Jakarta semasa Gubernur Ali Sadikin muncul undian lotre yang diberi nama Toto dan Nalo (Nasional Lotre).
Tahun 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No 113 Tahun 1965 yang menyatakan lotre buntut merusak moral bangsa dan masuk dalam kategori subversi. Memasuki Orde Baru, lotre ini terus berkembang. Tahun 1968, Pemda Surabaya mengeluarkan Lotto (Lotre Totalisator) PON Surya yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan olahraga, hanya berdasarkan undian. Tujuannya menghimpun dana bagi PON VII yang akan diselenggarakan di Surabaya tahun 1969.
Pada tahun 1974, Toto KONI dihapus. Pemerintah melalui Menteri Sosial Mintaredja (saat itu) mulai memikirkan sebuah gagasan untuk menyelenggarakan forecast sebagai bentuk undian tanpa menimbulkan ekses judi. Setelah studi banding selama dua tahun, Depsos berkesimpulan, penyelenggaraan forecast Inggris dilaksanakan dengan bentuk sederhana dan tidak menimbulkan ekses judi. Selain itu, perbandingan yang diperoleh penyelenggara tebakan, pemerintah, dan hadiah bagi si penebak 40-40-20.
Tahun 1976, setelah meminta penilaian lagi dari Kejaksaan Agung, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dan Departemen Dalam Negeri, rencana Depsos untuk menyelenggarakan forecast tidak mendapat tantangan dan merencanakan pembagian hasil 50-30-20. Rencana itu belum bisa terlaksana, karena Presiden Soeharto bersikap hati-hati dan meminta untuk dipelajari lebih dalam lagi.